14 Okt 2010

Balai/Rumah Adat



Untuk melaksanakan kegiatan relegius Suku Dayak Meratus membuat tempat yang di sebut dengan balai atau balai adat. Balai dibangun dari satu keluarga, kemudian beranak pinak dan terus mendiami dari waktu ke waktu. Secara alamiah, mereka yang hidup di balai sulit tepisahkan, terutama oleh faktor darah, adat, kepercayaan, mata pencaharian, dan faktor pendukung psikologis lainnya. Suatu ikatan yang kokoh membuat penghuni balai selalu betah walau keadaan yang bersahaja, selain itu tinggal di balai menjamin berlangsung hubungan-hubungan kekuasaan di kalangan masyarakat Dayak.  Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah panjang, menyangkut soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan; persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; hubungan dengan sesama  (Widjono, 1998).
Diperkuat dengan pengalaman  Bamba (2001), bahwa budaya rumah panjang menjamin adanya akses komunikasi yang efektif dan kepemimpinan yang jelas, disamping itu pemimpin rumah panjang mempunyai akses terhadap aktivitas semua anggota komunitasnya termasuk apa yang mereka rasakan, inginkan, dan ekspresikan. Tetapi dengan adanya pembangunan rumah secara terpisah membuat mereka berubah dari masyarakat kolektif menjadi individual.
Kehidupan bermasyarakat terdapat pola 

Kecamatan Hantakan sebagian besar penduduknya berada di Pegunungan Meratus yang disebut Suku Dayak, mempunyai pola hunian utama yaitu: 1) permukiman dengan pola rumah tunggal yang menge-lompok berbentuk rumah panggung; 2) tinggal di balai-balai dengan ruangan terbuka menjadi satu dengan dapur (BKSN, 2001). Suku Dayak sebagian besar tinggal di balai atau sering pula disebut dengan nama balai adat,   tempat tinggal bersama  sekalian umbun. Bangunan berukur-an lebar 10 sampai 15 meter dan panjang 20 sampai 30 meter. Berdiri diatas tiang yang tingginya sekitar dua sampai tiga meter di atas permukaan tanah, ada sejumlah bilik pada sisi balai yang tiap bilik berukuran luas sekitar 4 m²  yang merupakan tempat tidur masing-masing umbun , yakni kedua orang tua, anak-anak yang masih kecil dan gadis yang belum bersuami. Bagian tengah balai diperuntukkan sebagai tempat upacara adat dan religi, antara bilik-bilik umbun dan ruang upacara terdapat tempat duduk-duduk, ruang tamu dan sekaligus bila malam hari menjadi tempat tidur bagi jejaka yang belum kawin (Radam, 2001).


                      Balai Adat Lokasi Papagaran

                                                       Balai Adat Kapusan Papagaran 

                                                                Balai Ambih Kundan

Bentuk perumahan dan permukiman sangat dipengaruhi oleh konsep dari masing-masing individu ataupun kelompok sesuai dengan kebu-tuhannya, seperti yang dikemukakan oleh Slamet (2002), bahwa setiap konsep ini akan mempengaruhi bentuk rumah apakah rumah dapat berfungsi untuk bernaung saja ataukah untuk istirahat total (jasmani, rohaniah dan sosial), untuk membesarkan anak, atau juga tempat belajar dan tempat berusaha. Konsep itu sendiri didefinisikan sebagai label konseptual yang diatributkan pada kejadian, peristiwa, dan contoh fenomena diskrit lainnya (Strauss & Corbin, 2003). Tetapi lebih diseder-hanakan oleh Lawang (2001), konsep yaitu yang menunjuk pada sesuatu, dapat dinyatakan dalam bentuk kata, nama, atau pernyataan simbol. Kata yang menunjuk pada sesuatu bisa berbentuk benda, berbentuk gerakan, dan berbentuk keadaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Orang Dayak Jujur

21 Apr 2012 Orang Dayak Sangat Jujur Ekspedisi Khatulistiwa Hanya 1 Peneliti Hutan Radar Banjarmasin - Radar Banua BARABAI – T...